Oleh : Asnawi Nani
Celebes.news, BOLMUT – Berawal dari kecintaan yang sama terhadap alam, berdirilah Peaso Expedition dengan pusat base Camp berada di Desa Binjeita Kecamatan Bolangitang Timur Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut).
Setelah menelusuri sejumlah tempat seperti air terjun Biontong, puncak Mosinggi, puncak Hukiru Binjeita dan puncak Peaso, kali ini Peaso Expedition akan melakukan ekspedisi ke puncak Momara yang berada diketinggian 933 Meter Dari Permukaan Laut (MDPL) yang berlokasi disekitar wilayah Bohabak dan Binjeita.
Setelah memaksimalkan persiapan, 05 Juli 2020, pukul 04.00 dini hari, Peaso Expedition dengan personil 6 orang, yaitu Saya sendiri Asnawi Nani, Agung Sompito, Alim Lasama, Andi Hungopa, Uly Sanggilalung dan Fikar Nani Biongan berangkat menuju Puncak Momara.
Berbekal Global Positioning System (GPS) untuk sampai dipuncak itu, rute awal kami berjalan lancar saat berada di sungai (Kuala/red) Batu Tangga.
Tak jauh dari sungai, Kami bertemu 2 orang petani yang menanyakan keberadaan kami yang tepat berada dihadapannya yang tentunya mengundang tanya mereka. “Kami dari pemuda Binjeita akan lakukan ekspedisi ke puncak Momara” kami menjawab pertanyaan kedua petani itu.
Heran bercampur khawatir terpancar dari raut wajah kedua petani yang kami jumpai diawal perjalanan.
Eki nama salah satu dari mereka mengatakan, di puncak Momara terdapat PAL (tiang/red) yang buat oleh orang Kanada sejak tahun 1980, sembari Eki mengantarkan kami tepat berada di kaki puncak Momara yang telah kami tempuh sekitar 4 Kilo Meter (Km) dan waktu menunjukkan pukul 08.00 pagi WITA.
Rasa penasaran atas kisah yang kami dapat, tentu menambah semangat untuk segera berada di puncak Momara atau Puncak PAL yang dibuat oleh warga Kanada, Apa yang dilakukan orang Kanada di daerah Kami?.
Meninggalkan kaki puncak Momara, hutan belantara tentunya yang akan kami dapatkan terlebih dahulu untuk bisa berada ditujuan ekspedisi.
Terus berjalan, kami menemukan jejak kaki manusia yang baru melewati jalan yang akan kami lalui, sontak membuat kami bertanya-tanya. Anehnya, yang tampak dari bekas kaki itu hanyalah jari-jari kaki manusia. Mana mungkin ada manusia ditengah hutan belantara dizaman modern ini yang tak memakai sepatu saat berada di hutan Rimba. Apakah mungkin kisah Tarzan ada disini? ataukah hanya jejak para pencari Rotan dan daun Silar.?
Kami terus mengikuti jejak jari-jari kaki itu, 20 meter kemudian jejak itu menghilang, bagaimana bisa jejak kaki yang masih baru bisa menghilang begitu saja. Eki berpesan berada dihutan ini kalian harus sopan, jangan ribut-ribut. Dia mengarahkan kami untuk mengambil jalur sebelah kiri dan terus ikuti punggung puncak Momara.
Saat ini kami berada di 700 MDPL, kami dipusingkan dengan tiga jalur yang harus kami pilih. Teringat pesan tadi, ambil jalur kiri, karena memilih jalur tengah dan kanan kami akan tersesat yang nantinya akan sampai dikawasan hutan Desa Paku Kecamatan Bolangitang Barat.
Apa yang kami temukan di 770 MDPL?
Pohon-pohon besar yang tentunya tak pernah kami saksikan sebelumnya yang akarnya ditumbuhi jamur sebesar wajan berwarna hitam kecoklatan dengan tekstur yang sangat keras. Anggrek yang menghiasi batang- batang pohon serta lumut yang hidup di batang-batang pohon yang tumbang sangat menghibur kami yang berada dihutan belantara. Semakin masuk, Kami menemukan hewan khas endemik Sulawesi yaitu seekor Monyet hitam berjambul dan tak berekor yang asik bermain di pepohonan seakan menyaksikan perjalanan ini. Tak hanya itu, suara kepakan sayap rombongan burung Taong juga jelas berbunyi tepat di atas kepala kami yang saat itu waktu telah menunjukkan pukul 13.00 WITA.
Tepat 800 MDPL
Kami telah berada diketinggian itu dengan kemiringan pendakian telah berada di 60 derajat. Yang kami hadapi adalah jalur yang telah tertutup dengan timbunan pohon rotan yang sangat banyak yang harus kami bersihkan. Proses membuat jalur ini memakan waktu berjam-jam dan pada akhirnya 4 personil kami tak mampu lagi menuju puncak Momara.
Lanjutkan Perjalanan Berdua, 30 Menit Lagi 900MDPL
Bersama Agung Sompito, 30 menit lagi, sekitar 250 meter, masih dengan tanjakan yang sama kami akan berada di ketinggian 900 MDPL. Masih terus berjalan, kami temukan sebuah pohon yang tumbang dengan lebar 2 meter menjadi penyeberangan kami sambil membersihkan pohon-pohon rotan yang kami lalui. Selain mengandalkan GPS kami juga membuat tanda di pepohonan untuk menjaga apabila GPS tidak berfungsi saat kami pulang.
Puncak Momara 933 MDPL
Pukul 14.30 kami berdua mewakili Peaso Expedition tiba di puncak Momara. Dimana puncak PAL yang diceritakan Eki.!! Menurut cerita puncak PAL berupa tiang yang di buat oleh orang Kanada dengan ukuran tingginya 1 meter dan lebar 2 meter yang dibalut dengan keramik. Rasa penasaran terus menyemangati kami berdua mencari tiang orang Kanada itu. Selama 1 jam berkeliling di puncak Momara demi tiang orang Kanada tersebut, kami tidak menemukan PAL yang dikisahkan Eki, apakah tertimbun oleh pepohonan yang tumbang saat kami berada di puncak Momara? siapa yang tahu…!!
Kami telah melupakan PAL orang Kanada itu, waktu telah 14.30, kami mengabadikan momen luar biasa ini dengan menancapkan bendera merah putih dan menuliskan tanda batas ketinggian puncak Momara yaitu 933 MDPL. Kami juga menuliskan ditanda batas tersebut dengan : PEASO EXPEDITION PUNCAK MOMARA 933 MDPL (******)
Momen ini mencatat, kami adalah pemuda dan mahasiswa yang pertama menaklukkan puncak Momara (Berdasarkan penuturan warga yang kami temui saat kembali dari puncak Momara)