Celebes.news, KOTAMOBAGU – Budaya daerah merupakan budaya yang menjadi ciri khusus suatu daerah dengan penerapan secara turun temurun. Sementara budaya tradisional yaitu budaya dalam aktivitasnya dilaksanakan secara segala unsurnya berupa hal yang berkaitan dengan peralatan tradisional.
Kedua pengertian yang dilansir oleh Brainly.co.id tersebut menjadi salah satu landasan bagi Pemerharti budaya Mongondow ini terus mencari setiap rahasia-rahasia sejarah budaya Mongondow yang hingga saat ini belum terkuak.
Dia adalah Bripka Sumitro Tegela, Kelahiran Kopandakan,12 Februari 1984.
Kepada Celebes.news, Sumitro Tegela mengulas awal mula dirinya mulai tertarik mempelajari, memahami, mengkaji, menelusuri hingga bergerak di media daring serta media sosial tentang budaya Mongondow.
Awalnya, sejak 11 tahun yang lalu dirinya mulai mempelajari serta mengumpulkan berbagai data sejarah di BMR. Pada tahun 2017 dimasa jabatan Kapolres AKBP Faisol Wahyudi, dirinya mendapat arahan untuk membuat film tentang sejarah Bolaang Mongondow dan pemutaran film tersebut disaksikan oleh para tokoh Bolaang Mongondow Raya (BMR). Tak hanya itu, hasil karyanya juga ditampilkan pada jamuan makan malam di Rumah Dinas Wali Kota Kotamobagu saat kunjungan Kapolda Sulut pada tahun 2017 yang disaksikan oleh Wali Kota dan Bupati se-BMR. Dari sinilah dirinya terpanggil mempelajari tentang budaya Mongondow yang terdiri dari 4 eks Swapraja dan aktif menyajikan sejarah budaya Mongondow di BMR melalu media sosial hingga kini.
“Alasan utamanya adalah sebagai ilmu pengetahuan, khususnya tentang sejarah Bolaang Mongondow itu sendiri. Sejarah Mongondow wajib untuk pelajari karena sejarah budaya kita ini sangat penting khususnya bagi generasi muda agar mengetahui tentang jati diri daerahnya. Untuk budaya Mongondow sendiri rata-rata masih terjaga khususnya terkait dengan adat istiadatnya. Dengan pengetahuan kita juga dapat mengatasi degradasi budaya oleh pengaruh budaya asing yang semakin sulit dibendung di era modern saat ini.” Ungkap nya.
Tegela melanjutkan, Budaya Bolaang Mongondow sebagai eks swapraja memiliki berbagai macam kekayaan budaya termasuk Pemerintahan, Hukum Adat, Seni, Artefak bahkan Peninggalan Kuno serta Arkeologi di BMR. Dan ternyata manuskrip tentang sejarah BMR bahkan sebagian besar berada di museum dan perpustakaan Eropa yang hingga hari ini dapat akses secara online dan dapat dijadikan pembanding atau kajian-kajian atas tulisan-tulisan sejarah khususnya tentang Mongondow dan karakteristiknya.
“Pemerintahan, Hukum Adat, seni, artefak bahkan peninggalan kuno serta arkeologi di BMR inilah yang hingga kini masih terus saya telusuri agar bisa menjadi pengetahuan bersama di tanah Mongondow” kata Papa Sucy sapaan akrabnya.
Tegela mengungkapkan, keberadaan peninggalan budaya Mongondow saat ini berada disejumlah Museum di Eropa yaitu di Museum Gothenburg Stockholm Swedia, Museum Leiden Belanda, Museum Berlin Jerman. Data data BMR sendiri juga tersedia di Oxford University Inggris, Australia University, US Library Amerika dan bahkan untuk penelitian bahasa bahasa yg menyebar di BMR sudah di lakukan oleh Hawai University serta di National Archieve Belanda
“Keinginan terbesar saat ini tentunya ingin mengunjungi Museun dan universitas yang berada di Eropa tersebut untuk melihat langsung sejarah dan data budaya Mongondow yang tersimpan disana. Namun tetap bersyukur dengan adanya kecanggihan teknologi, mayoritas perpustakaan atau museum tadi kita dapat mengakses dan mendowload melalui bermacam file kategorinya, dimana ada yang berbayar dan ada yang gratis” ucap ayah 2 anak ini.
Sebagai bentuk untuk melestarikan budaya Mongondow, Rumah Adat Mongondow (Komalig) diresmikan oleh Wali Kota Kotamobagu dan Wakil Wali Kota Kotamobagu. Di Komalig tersebut menjadi tempat pertemuan adat yang didalamnya tersaji data budaya, alat-alat dan data sejarah serta menjadi tempat pelatihan dan pagelaran budaya seperti Tari-tarian, Gambus, Dana-dana.
“Komalig didirikan melalui pengajuan proposal di Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan disetujui untuk didirikan di Desa Kopandakan. Komalig ini juga menjadi tempat kajian sejumlah mahasiswa yang tertarik meneliti budaya di daerah BMR. Alhamdulilah telah ada beberapa mahasiswa yang melakukan penelitian guna kelengkapan skripsi tetang budaya dan sejarah BMR. Selama ini bahkan saya tidak di bayar atau mencari keuntungan, banyak sekali khusus mahasiswa atau masyarakat yang ingin tahu tentang sejarah dan budaya BMR. Saya berangkat sebagai pemerhati sejarah karena masih banyak masyarakat atau tokoh yang juga faham melalui disiplin ilmunya masing masing” imbuhnya.
Lanjutnya, kepada sejumlah tokoh Masyarakat dan tokoh Pendidikan terutama para Dosen dan Doktor asal BMR pada rapat yang selenggarakan di Rumah Adat Motoboi Besar yaitu Forum Silaturahmi Adat Sejarah dan Budaya BMR, dirinya menyampaikan, untuk kembali menyusun seluruh data tentang sejarah budaya Mongondow.
“Sehingga kedepan seluruh data temuan ini kita akan susun dan teliti lagi melalui Pusat Kajian Ilmiah Sejarah dan Budaya BMR pada salah satu kampus dan akan di uji secara komperhensif sehingga sejarah Swapraja BMR yg kuat dimasa lalu dapat di bukukan dan akan dibuat seminar sebelum di edarkan” tukasnya.
Jawaban saat ditanyakan tentang kepuasan apa yang dicari oleh seorang Sumitro Tegela selaku pemerhati budaya, “Selain ingin mengunjungi perpustakaan dan museum Eropa tadi, Kepuasan saya tentunya jika berbagai temuan terbaru atau data tentang sejarah dan budaya Mongondow dapat bermanfaat bagi masyarakat BMR terutama para generasi muda di daerah ini.” Tutup Sumitro Tegela Kepada awak media Celebes.news. (Redaksi)