Celebes.news, BOLTIM – Climate Institute bersama Friedrich Naumann Foundation for Freedom Indonesia dan Kemenkumham RI melaksanakam diskusi hybrid (online dan offline) dengan tema “Sebelum TPA: Menjamin Hak Atas Lingkungan Bersih Dan Sehat Lewat Pengolahan Sampah Secara Mandiri Dan Berkelanjutan”
Kegiatan yang dilaksanakan di Kedai Naton, Kayumoyondi, Bolaang Mongondow timur (Boltim) pada 10/03/2021 ini menghadirkan narasumber Putri Damayanti Potabuga, M.Si (Direktur Climate Institute), Holy Reza Pahlevi Ani, S.Si (Kabid Limbah B3 dan PPKP Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bolaang Mongondow Timur), dan H. Abdul Malik Haraman, S.Sos, M.Si (Staf Khusus Menteri Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi).
Direktur Climate Institute, Putri Damayanti Potabuga, M.Si, mengatakan dalam press rilisnya, diskusi ini membahas salah satu permasalahan yang menjadi momok kabupaten Boltim, yaitu pengelolaan sampah. Sebagai daerah dengan banyak potensi pariwisata dengan berkat bentang alam indah, ironisnya dihadapkan dengan kenyataan bahwa hingga saat ini Boltim belum memiliki Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
“Sampah sebaiknya dilihat sebagai peluang alih-alih permasalahan. Ada peluang ekonomi di dalamnya jika warga mampu dan tahu cara pengelolaan yang tepat mulai dari pemilahan dan pengolahan sampah, kemudian proses distribusi hingga pada pembeli,” ucap Putri Damayanti Potabuga.
Menurut Kabid Limbah B3 dan PPKP Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Boltim, Holy Reza Pahlevi, proses pembangunan TPA sejak hampir satu dekade yang lalu terkendala pada sulitnya menemukan lokasi yang sesuai dengan regulasi.
“Hingga saat ini Boltim belum memiliki TPA karena tak ada lokasi yang sesuai regulasi selama satu dekade,” ucapnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sjukri Thawil, S.Pd, mengatakan, pada tahun 2020, Pemkab Boltim mengeluarkan surat edaran Bupati Boltim yang menginstruksikan Kepala Desa untuk mengadakan TPS di setiap desa. Namun terkendala pengadaan lahan.
“Proses pengadaan lahan berdasar surat edaran Bupati Boltim juga terkendala sebab banyak warga yang berpikir bahwa tempat pembuangan identik dengan bau tak sedap dan penyakit,” kata Sjukri Thawil. (MaL)