Celebes.news, Opini – Tersiar kabar, Putera mahkota Bupati Bolaang Mongondow Utara Drs.Hi. Depri Pontoh, Moh.Aditya Pontoh.SIP resmi mengundurkan diri sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Bolmut Sulawesi Utara (Sulut).
Keputusan Adit Pontoh yang terbilang sensasional di Bolmut sebagai anak seorang pejabat nomor 1 di Bolmut ini tentunya bagi segilintir orang adalah seperti membuang rezeki yang dijamin hingga masa tua sebagai seorang pensiunan ASN. Namun, keputusan alumnus Universitas Samratulangi (Unsrat) ini seperti pepatah “Suatu langkah mundur sangat diperlukan, untuk melakukan lompatan dan lompatan yang lebih tinggi”.
Keluar dari zona nyaman bagi seorang Adit Pontoh dalam melanjutkan masa depan sebagai seorang kepala keluarga kecilnya adalah tanda tanya besar disejumlah kalangan di Bolmut tentang siapa sosok yang menginspirasinya memutuskan mundur sebagai putera mahkota yang nyaman sebagai ASN.
Kembali ke pepatah diatas, tak ada “lompatan” yang tak beresiko bagi pemilik keputusan dan tentunya lompatan akan dibarengi dengan langkah-langkah yang penuh pemandangan indah dan duri-duri mematikan. Bagi pemiliki keputusan adalah tentang siapa dan siapa yang rela menemani seorang Adit disaat Depri Pontoh tak lagi bergelar Bupati Bolmut. Pasalnya, hal yang tak pernah padam bagi seorang Bupati yang tak lagi berkuasa adalah mereka yang berlabel lawan politik, korban politik, penikmat kemenangan dan pemburu kemenangan.
Suami dari pengusaha Moy Mamonto yang terbilang sukses di Bolmut ini, memilih darah pemimpin yang mengalir dari sang kakek dan sang ayah yang memotivasi dan memacu “adrenalin” seorang Adit menjadi pemimpin Bolmut dengan menyiapkan kualitas diri, dukungan sang Ayah, keluarga, kerabat dan pasukan konsultan serta eksekutor yang akan mengantar sang Adit mengibarkan panji kemenangan yang ada digenggaman sang Ayah, Bupati Bolmut Depri Pontoh.
Ingin meraih kekuasaan? Berpolitiklah. Tak ada jalan lain bila Aditya Pontoh ingin menjadi penguasa Bolmut, selain terlibat dan memiliki posisi strategis dalam partai politik yang didukung oleh konsultan-konsultan politik yang cerdas yang siap mendongkrak elektabilitas Papa Pugu-Pugu hingga 2024 tiba.
Mundurnya sang Putera Mahkota, kondisi hari ini, sejumlah calon Bupati yang akan berkontestasi di 2024 diprediksi meredup, merubah strategi, konsultan buka kitab, influencer butuh kuota, dan ada yang menunggu dipersimpangan.
Meski sebagai calon yang siap segala-galannya mulai dari partai PPP dipimpin Depri Pontoh yang dapat mengusung, Finacial memadai dan pasukan yang tetap setia, Adit Pontoh tak harus buru-buru sebagai sang Bupati. Wakil Bupatilah pilihan terbaik. Seperti jejak sang Ayah yang mundur dari ASN saat menjabat Kepala Dinas PMD Bolmut dan berpasangan dengan Hamdan Datunsolang, dilanjutkan sebagai Bupati bersama Suriansyah Korompot, dan di dua periodenya bersama Amin Lasena.
Untuk menjadi orang nomor 2 di Bolmut sebagai Wakil Bupati (Wabup), mengetuk pintu-pintu reuni Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) silam merupakan satu opsi terbaik bagi Aditya Pontoh menggapai kekuasaan seperti sang Ayah, mundur dari ASN, menjabat Wabup dan Bupati Bolmut 2 periode.
Untuk menjadi pendamping empat pemimpin yang pernah menjalani roda pemerintahan di Bolmut, Aditya perlu mengimbangi empat sosok terbaik tersebut karena wajib memiliki pengetahuan birokrasi yang memadai dan sakti yang harus dipenuhi melalui konsultan-konsultan pribadinya.
Mampukah Aditya Pontoh menghancurkan fenomena trah petahana di BMR gagal melanjutkan dinasti? Berkaca dari sejumlah pilkada di BMR, keluarga petahana yang maju Pilkada harus menelan kekalahan. Aditya Moha Siahaan, putera Bunda Pembaharuan Marlina Moha Siahaan, tumbang pada pilkada Bolmong 2011. Hal itu juga berlaku pada Puteri Mantan Bupati Boltim Sehan Landjar, Amalia Landjar yang menelan pil pahit kalah di Pilkada Boltim tahun 2020.
Selain itu, sejumlah nama yang berasal dari trah petahana di Sulut juga kalah dalam Pilkada 2020, diduga pemilih di Sulut telah rasional dan calon trah petahana terkesan dipaksakan dan keluarga petahana berhadapan dengan lawan yang relatif kuat atau dengan politisi yang lebih senior dengan basis massa yang jelas”.
Menghancurkan fenomena tersebut adalah kewajiban Depri Pontoh dan pasukannya untuk ekstra keras mengendalikan “mesin perangnya” trah petahana, karena pro dan kontra pemerintah di Bolmut selalu bersifat dinamis dan fluktuatif. Pertanyaannya, Aditya Pontoh maju Pilkada, siapakah yang setia bila Depri Pontoh telah turun tahta? Hanya Tuhan yang tahu. (Tim Red)